Saya masih ingat betul waktu pertama kali nonton jaranan pegon. Waktu itu masih SMP, di alun-alun dekat rumah, malam-malam, rame banget. Musik gamelan menggelegar, ada aroma dupa, dan penarinya mulai trance satu per satu. Merinding? Iya. Tapi bukan karena takut—karena takjub.
Awalnya saya kira ini cuma culture hiburan rakyat biasa. Tapi ternyata, makin saya pelajari, makin dalam maknanya. Jaranan pegon bukan cuma tari-tarian naik kuda lumping sambil kesurupan, tapi dia mewakili sesuatu yang lebih luas: identitas budaya, spiritualitas, dan seni pertunjukan rakyat yang nggak semua daerah punya.
Dan lucunya ya, dulu saya sempat ngeledek ini cuma hiburan “kampung”, sampai akhirnya saya benar-benar ngerasa: Wah ini mah luar biasa, harus dilestarikan.
Apa Itu Jaranan Pegon?
Buat yang belum tahu, jaranan pegon adalah salah satu jenis pertunjukan seni jaranan khas dari wilayah Jawa Timur, terutama berkembang di daerah Kediri, Blitar, Tulungagung, dan sekitarnya. Jaranan sendiri artinya “kuda-kudaan”—bisa dari bambu, anyaman, bahkan kain—dan dipakai penari sebagai properti utama Wikipedia.
Nah, “pegon” itu beda dari jaranan biasa. Biasanya dalam jaranan pegon, ada nuansa lebih religius, mistis, dan dalam banget secara spiritual. Ada unsur ritual, doa, bahkan kadang dibarengi dengan sajen dan pembacaan mantra. Beda dengan versi yang cenderung hiburan semata.
Yang khas dari jaranan pegon adalah iringan musiknya yang cepat dan dinamis, pakai kendang, gong, slompret, dan ada bunyi bende yang bikin bulu kuduk berdiri. Dan penarinya? Mereka bukan sekadar menari—kadang mereka benar-benar dalam kondisi trance, kayak “kesurupan”, lalu makan beling, jalan di atas bara api, atau atraksi ekstrem lainnya.
Tapi jangan salah, ini bukan sembarang atraksi. Ada tata caranya, ada pakem-nya. Bukan sulap, bukan hiburan instan. Ini budaya.
Keindahan Seni Budaya Jaranan Pegon
Saya pernah duduk bareng seorang seniman jaranan senior di Pare, Kediri. Dia bilang, “Jaranan itu bukan cuma tari, tapi jalan menuju kesadaran spiritual.” Dan saya bisa ngerti maksudnya.
Jaranan pegon bukan sekadar atraksi kesurupan. Gerakan tarinya pun punya makna. Mulai dari gerakan tangan, cara menghentakkan kaki, bahkan posisi tubuh ketika menunggangi kuda imitasi—semuanya punya filosofi.
Yang bikin saya takjub itu bagaimana pertunjukan ini memadukan seni tari, musik tradisional, cerita rakyat, dan ritual kepercayaan lokal jadi satu. Kita bisa lihat proses transformasi penari dari manusia biasa menjadi “wadah” spiritual lewat gerakan dan musik.
Setiap pertunjukan juga terasa sangat hidup. Musiknya nggak ada partitur, tapi semua pemain gamelan bisa main kompak. Penari juga bisa merespons energi penonton. Kalau audiens rame dan ikut joget, energinya naik. Kalau sepi, ya, penarinya bisa stuck.
Dan jangan salah—jaranan pegon juga punya kostum khas. Warna-warna mencolok, hiasan kepala, dan kadang topeng. Ada karakter-karakter kayak barongan, buto, dan prabu yang bikin penampilan makin megah.
Mengapa Jaranan Pegon Begitu Populer?
Kalau kamu pikir ini cuma pertunjukan buat warga desa, kamu keliru. Jaranan pegon sekarang sering diundang ke acara besar—dari hajatan, event pariwisata, sampai festival budaya tingkat nasional. Bahkan beberapa grup jaranan punya fans sendiri di YouTube dan TikTok!
Menurut saya, jaranan pegon populer karena beberapa alasan:
Energi pertunjukannya kuat banget. Ini bukan tari-tarian lembut, tapi penuh stamina, emosi, dan kadang bikin penonton deg-degan.
Ada unsur spiritual dan mistik. Bagi sebagian orang, ini menarik dan misterius. Bisa jadi tontonan, bisa juga jadi sarana ritual.
Sangat autentik. Di zaman serba digital, seni yang masih dijaga secara tradisional itu jadi langka dan berharga.
Relate sama akar budaya kita. Bahkan buat anak-anak muda, banyak yang mulai tertarik belajar atau ikut tampil.
Dan ya, kadang karena viral juga sih. Ada video penari jaranan kesurupan dan tiba-tiba ngomong pakai bahasa daerah yang udah jarang dipakai. Jadi ramai dibahas dan dicari tahu.
Melestarikan Budaya Jaranan Pegon: Jangan Sampai Hilang
Ini penting banget. Saya pernah ngobrol sama teman yang jadi pemusik gamelan di grup jaranan. Dia curhat, katanya makin sedikit anak muda yang mau belajar gamelan. Lebih milih DJ atau gitar. Padahal, tanpa gamelan, jaranan pegon gak bisa hidup.
Menurut saya, cara kita melestarikan jaranan pegon nggak harus ribet. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan:
Tonton dan apresiasi pertunjukannya, baik offline maupun online.
Ajak anak muda gabung ke sanggar seni. Banyak sanggar yang buka pelatihan gratis kok.
Dukung lewat media sosial. Share video, cerita pengalaman, dan edukasi tentang seni ini.
Kalau bisa, dokumentasikan. Saya sekarang suka rekam video jaranan waktu tampil di desa, terus saya upload di YouTube dengan caption dan cerita budaya.
Dan yang paling penting: jangan anggap remeh. Ini warisan, bukan hiburan murahan. Butuh latihan, disiplin, dan spiritualitas tinggi.
Keunikan Budaya Jaranan Pegon yang Gak Dimiliki Daerah Lain
Setiap daerah memang punya jaranan, tapi jaranan pegon itu spesial. Ada beberapa hal yang bikin beda:
Unsur keagamaan yang kental. Kadang dibarengi doa-doa atau ritual tertentu.
Transisi energi spiritual ke penari. Kesurupan di jaranan pegon bukan buat gimmick, tapi ada tujuannya.
Ceritanya panjang dan kadang diimprovisasi. Ada pertarungan, drama, bahkan humor di tengah tarian.
Musiknya sangat ritmis dan bisa berubah tempo drastis. Ini tantangan sendiri buat pemain gamelan.
Dan yang paling unik menurut saya adalah ikatan komunitasnya. Satu pertunjukan jaranan bisa melibatkan belasan orang: dari penari, tukang kendang, pemain gong, tukang dupa, bahkan tukang bawa air buat “nyadarin” penari.
Tips Mengikuti atau Bergabung ke Grup Jaranan Pegon
Kalau kamu tertarik ikut main di grup jaranan pegon, atau sekadar mau belajar, saya punya beberapa tips dari pengalaman pribadi ikut sanggar selama 6 bulan:
Siapkan fisik. Latihan tarinya capek banget. Sekali tampil bisa 1–2 jam nonstop.
Belajar gamelan juga penting. Gak cuma tari, tapi ngerti irama juga perlu.
Pahami unsur spiritual. Bukan cuma latihan fisik, tapi juga niat dan niat hati yang bersih.
Jangan takut salah. Di awal saya sering salah posisi, tapi pelatihnya sabar banget. Katanya, “Salah itu proses, bukan aib.”
Ikut komunitas atau sanggar. Di Facebook atau IG banyak kok yang buka pendaftaran.
Hormati proses. Jangan ikut-ikutan cuma buat konten viral. Ini budaya, bukan wahana hiburan.
Dan jangan lupa, kadang akan ada yang nyinyir. Katanya “Ngapain sih ikut-ikut kesurupan begitu?”. Tapi percayalah, semakin kamu tahu proses dan filosofinya, kamu akan semakin paham betapa kerennya budaya kita ini.
Merawat Identitas Lewat Seni Rakyat
Saya nggak pernah nyangka, hal yang dulu saya anggap “kuno” ternyata sekarang jadi hal yang saya banggakan. Jaranan pegon bukan sekadar tarian. Dia adalah cermin dari siapa kita—bangsa yang kaya budaya, spiritual, dan punya seni tinggi.
Saya nggak expert. Tapi dari semua pengalaman nonton, belajar, dan ikut jaranan pegon, saya tahu satu hal: kalau kita nggak rawat, siapa lagi? Generasi depan butuh jejak budaya ini, dan kita punya tanggung jawab buat ngejagain.
Kalau kamu baca sampai sini, mungkin ini waktunya kamu nonton pertunjukan jaranan pegon berikutnya di kotamu. Atau minimal share artikel ini supaya makin banyak yang tahu: bahwa jaranan pegon bukan sekadar “nari-nari kesurupan”—dia adalah bentuk cinta terhadap budaya kita.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Mengenal Tari Jathilan: Warisan Budaya Jawa yang Penuh Energi dan Spiritualitas disini